
25 Nov Bank Indonesia Kedepankan Sinergi dan Inovasi untuk Pemulihan Ekonomi DIY 2022
Perekonomian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus mengalami pertumbuhan positif dari awal tahun 2021 seiring dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19 dan akselerasi program vaksinasi untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok di masyarakat. Bank Indonesia DIY mencatat pada Triwulan I tahun 2021, ekonomi DIY mampu tumbuh positif 5,80 persen (yoy) dan semakin kuat di triwulan II dengan pertumbuhan mencapai 11,87 persen (yoy) di mana menjadi angka pertumbuhan tertinggi di Pulau Jawa.
Plt Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Miyono pada pertemuan tahunan Bank Indonesia 2021 bertajuk ‘Bangkit dan Optimis, Sinergi dan Inovasi untuk Pemulihan Ekonomi’, Rabu (24/11/2021) mengatakan akumulasi pertumbuhan ekonomi DIY selama 2021 lebih tinggi dari provinsi lain.
“Pada Triwulan III 2021 di tengah kondisi PPKM Darurat Level 4, ekonomi DIY masih mampu mencatatkan pertumbuhan 2,30 persen (yoy). Sehingga jika diakumulasikan dari triwulan I sampai dengan Triwulan III 2021, ekonomi DIY tumbuh 6,51 persen (ctc), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi provinsi lain di Jawa (3,23 persen ctc) maupun Nasional (3,24 persen ctc),” jelasnya.
Miyono menjelaskan sinergitas berbagai pihak didukung dengan inovasi yang variatif menjadi kunci keberhasilan pemulihan ekonomi di DIY meskipun tahun 2021 menjadi tahun kedua sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia. “Sinergi dan inovasi menjadi kunci pemulihan ekonomi DIY. Bank Indonesia senantiasa bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, dalam memajukan ekonomi DIY,” imbuhnya.
Komitmen dan keseriusan Bank Indonesia DIY dalam pemulihan ekonomi masa pandemi tercermin dari berbagai program kolaborasi pentahelix dengan berbagai pihak yang meliputi Penyelenggaraan Grebeg UMKM DIY, Forum Komunikasi Ekspor Impor DIY, Program Sinergi Pariwisata Ngayogyokarto (Siwignyo), Program Percepatan Digitalisasi Pembayaran, Program Koordinasi Pengendalian Inflasi Jogja dan Sekitarnya (KOPI JOSS), serta Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah.
”Bank Indonesia tetap optimis pemulihan ekonomi masih akan terus berlanjut pada tahun 2022, dan memproyeksikan ekonomi DIY pada akhir 2021 tumbuh pada kisaran 5,4-6,2 persen (yoy). Sementara dari sisi capaian inflasi DIY 2021 diperkirakan masih rendah pada kisaran 1,6–2,0 persen (yoy),” papar Miyono.
Sementara itu, pada tahun 2022 Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 akan mencapai 4,7-5,5 persen, mengalami kenaikan dari tahun 2021 yakni 3,2-4,0 persen. Bank Indonesia juga memperkirakan inflansi akan rendah dan terkendali pada sasaran 3±1 persen pada tahun 2022. Adapun defisit transaksi berjalan akan rendah yakni pada kisaran 1,1-1,9 persen.
Stabilitas sistem keuangan diperkirakan dapat terjaga, kecukupan modal tinggi, dan likuiditas melimpah. Dana Pihak Ketiga dan kredit akan tumbuh 7,0-9,0 persen dan 6,0-8,0 persen pada 2022. “Ekonomi keuangan digital akan meningkat pesat. Pada tahun 2022, nilai transaksi e-commerce diprakirakan akan mencapai Rp530 triliun, uang elektronik Rp337 triliun, dan digital banking lebih Rp48 ribu triliun,” ujarnya.
Meski begitu, Miyono menyebut banyak tantangan yang dihadapi dan perlu diwaspadai mengingat pandemi Covid-19 yang belum usai dimana mutasi virus masih terus terjadi sehingga kita tidak boleh lengah. Di sisi lain, kondisi ekonomi global masih tidak menentu yang berpotensi mendorong imported inflation. Ditambah, tantangan lain terkait daya beli masyarakat yang perlu terus dijaga sejalan dengan stimulus pemerintah yang mulai dikurangi pada tahun 2022.
“Melihat potensi dan risiko ekonomi yang dihadapi DIY kedepan, Bank Indonesia meyakini pada 2022 ekonomi DIY akan tumbuh pada level moderat di kisaran proyeksi 4,8 – 5,8 persen (yoy), sedangkan inflasi diperkirakan berada pada kisaran 2,9 – 3,3 persen (yoy),” jelas Miyono.
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X menyadari bahwa pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat oleh pemerintah pusat guna menekan laju persebaran Covid-19 berdampak terhadap kinerja perekonomian DIY. Hal ini terlihat pada pertumbuhan ekonomi Triwulan III yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
“Meski demikian, Pemda DIY meyakini, bahwa perbaikan ekonomi ke depan akan terus terjadi seiring kemampuan kita dalam pengendalian pandemi,” ujar Sultan.
Sultan mengarisbawahi perlunya akselerasi vaksinasi Covid-19 untuk mencapai herd immunity yang berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi di DIY sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. “Kita tidak cukup hanya berbangga, bahwa DIY termasuk tiga daerah dengan progres vaksinasi tercepat. Tetapi kita harus terus memperluas cakupan vaksinasi hingga ke daerah-daerah terpencil. Dalam hal ini, sinergi bersama diperlukan untuk menjaga agar penyebaran covid-19 tetap rendah,” jelasnya.
Sultan menyebut pengembangan ekonomi kreatif menjadi potensi unggulan yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi DIY. Sultan mengajak seluruh stakeholders untuk memberikan perhatian khusus dalam pengembangan bidang ekonomi kreatif dan inovasi teknologi ICT, termasuk mendukung pembiayaannya.
“Predikat DIY sebagai pusat pendidikan, kebudayaan dan pariwisata, menjadikan DIY memiliki modal sosial dan ekosistem yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif. Khusus dalam hal ini, DIY memiliki keunggulan pada ekonomi kreatif bidang perfilman, animasi, desain grafis, fashion, kerajinan dan kuliner,” paparnya.
Sultan juga mengingatkan optimalisasi peran belanja pemerintah, khususnya dalam rangka menjaga daya beli dan menciptakan multiplier-effects. Anggaran belanja pemerintah harus diarahkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi namun tidak boleh semata mengejar target beserta SPJ-nya saja.
Sultan juga mengatakan perlunya manajemen silang dalam pengelolaaan program penanggulangan kemiskinan antar OPD yang sama di tingkat yang berbeda. Hal ini penting agar tidak ada tumpang tindih sehingga program lebih efektif dan berdaya guna.
Selain itu juga perlu kolaborasi dan sinergi lebih kuat diantara pemerintah dan institusi swasta termasuk perbankan untuk mengoptimalkan arah penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan serta penyediaan infrastruktur dasar.
“Tidak ada artinya sebuah proses perbaikan ekonomi jika hanya dinikmati segelintir orang. Untuk itu perlu digunakan Manajemen-Silang, paling tidak dalam pengelolaaan program penanggulangan kemiskinan antarOPD yang sama di tingkat yang berbeda,” jelas Sultan. (R-1)